1. Masyarakat Pedesaan
(masyarakat tradisional)
a. Pengertian desa/pedesaan
a. Pengertian desa/pedesaan
Yang dimaksud dengan
desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah
suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan
tersendiri.
Menurut Bintaro, desa
merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan
kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedangkan menurut Paul
H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri
sebagai berikut :
·
Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara
ribuan jiwa.
·
Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap
kebiasaan
·
Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang
sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Dalam kamus sosiologi
kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan
kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang
ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung
kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang
sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan
bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban,
persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat ,
kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32
Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari defenisi
tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa
Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang
menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah
menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian
penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari
pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua
kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan
sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa,
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social
desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih
modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena pada
kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya
direguk oleh aktor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite
kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik menjadi
indicator keberhasilan pembangunan. Karena itu, Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis memberi kesempatan pada
desa untuk menentukan arah pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi
penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep
(Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam
mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering
dipelesetkan menjadi proyek para kebun.
Menyimak realitas
diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah
“Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa
adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.
Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai
kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa,
menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak
kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah
tantangan yang harus segera dijawab.
b. Ciri-ciri Masyarakat desa
(karakteristik)
Dalam buku Sosiologi
karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan
masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri
sebagai berikut :
·
Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta
, kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong
menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain
dan menolongnya tanpa pamrih.
·
Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari
Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan
diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
·
Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada
hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk
kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
·
Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus
yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi
merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya
prestasi).
·
Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam
hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat
desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian
tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih
murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
2. Masyarakat Perkotaan
a. Pengertian Kota
a. Pengertian Kota
Seperti halnya desa,
kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa
ahli berikut ini.
·
Wirth : Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan
permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
·
Max Weber : Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
·
Dwigth Sanderson : Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh
ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat
secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian
kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan
tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Menurut konsep
Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya
hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang kita
meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang
diantaranya mempunyai ciri-ciri:
·
Netral Afektif
Masyarakat Kota
memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional
ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak
mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut
perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya
tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
·
Orientasi Diri
Manusia dengan
kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya
dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan
kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan
diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
·
Universalisme
Berhubungan dengan
semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar
yang sangat penting untuk Universalisme.
·
Prestasi
Mutu atau prestasi
seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima berdasarkan
kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
·
Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan
sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan
penduduknya.
b. Ciri-ciri masyarakat
Perkotaan
Ada beberapa ciri yang
menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :
·
Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu
dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
·
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa
harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
·
Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata.
·
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak diperoleh warga kota.
·
Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya
faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat
penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
·
Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota
biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
Refrensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar