Pengertian
Wewenang, Kekuasaan dan Pengaruh
- Pengertian Wewenang
Wewenang (authority)
adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.Penggunaan wewenang
secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi. peranan
pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian, wewenang dan kekuasaan sebagai
metoda formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu
maupun organisasi.Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan
dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan lebih
dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka,
selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan
kepemimpinan mereka.
- Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan merupakan
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang
diinginkan. Studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan hal yang penting
dalam manajemen. Karena kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,
maka mungkin sekali setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi
melibatkan penggunaan kekuasaan. Cara pengendalian unit organisasi dan individu
di dalamnya berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan manager yang
menginginkan peningkatan jumlah penjualan adalah kemampuan untuk meningkatkan
penjualan itu. Kekuasaan melibatkan hubungan antara dua orang atau lebih.
Dikatakan A mempunyai kekuasaan atas B, jika A dapat menyebabkan B melakukan
sesuatu di mana B tidak ada pilihan kecuali melakukannya. Kekuasaan selalu
melibatkan interaksi sosial antar beberapa pihak, lebih dari satu pihak. Dengan
demikian seorang individu atau kelompok yang terisolasi tidak dapat memiliki
kekuasaan karena kekuasaan harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk
dilaksanakan oleh orang lain atau kelompok lain.
Kekuasaan amat erat
hubungannya dengan wewenang. Tetapi kedua konsep ini harus dibedakan. Kekuasaan
melibatkan kekuatan dan paksaan, wewenang merupakan bagian dari kekuasaan yang
cakupannya lebih sempit. Wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan.
Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi
yang dipegang dalam organisasi. Jadi seorang bawahan harus mematuhi perintah
manajernya karena posisi manajer tersebut telah memberikan wewenang untuk
memerintah secara sah.
Struktur
Lini dan Staf
1. Lini/garis (line
organization)
Suatu bentuk organisasi
dimana kepala eksekutif (chief executive) dipandang sebagai sumber wewenang
tunggal, segala keputusan/kebijakan dan tanggung jawab ada pada satu tangan
Sifat/ciri-ciri :
1. Organisasi kecil,
2. Jumlah pegawai
sedikit,
3. Pemilik biasanya
menjadi pemimpin tertinggi dalam organisasi,
4. Hubungan kerja
bersifat langsung (face to face relationship),
5. Spesialisasi yang
dibutuhkan rendah,
6. Anggota organisasi
saling kenal mengenal,
7. Tujuan sederhana,
8. Alat-alat sederhana,
9. Struktur organisasi
sederhana,
10. Produksi yang
dihasilkan belum beraneka ragam,
11. Pimpinan organisasi
seorang tunggal,
12. Garis komando ke
bawah kuat,
2. Organisasi staf
(staff organisazition)
Adalah suatu organisasi
yang mempunyai hubungan dengan pucuk pimpinan dan mempunyai fungsi memberikan
bantuan, baik berupa pemikiran maupun bantuan yang lain demi kelancaran tugas
pimpinan dalam mencapai tujuan secara keseluruhan (tidak mempunyai garis
komando ke bawah/ke daerah-daerah). Staf yaitu orang yang ahli dalam bidang
tertentu yany tugasnya memberi nasehat dan saran dalam bidang kepada pemimpin
dalam organisasi.
Ciri-ciri organisasi
lini dan staf:
a. Organisasi besar dan
kompleks
b. Jumlah karyawannya
banyak
c. Hubungan kerja yang
bersifat langsung tidak mungkin lagi bagi seluruh anggota organisasi
d. Terdapat dua
kelompok besar manusia di dalam organisasi: 1) Line Personal; 2) staff personal
yang melaksanakan fungsi-fungsi staf (staff function)
e. Spesialisasi yang
beranekaragam diperlukan dan dipergunakan secara
maksimal
WEWENANG LINI, STAF DAN
FUNGSIONAL
1. Wewenang lini (Lini
Authority), adalah wewenang dimana atasan langsung memberi wewenang kepada
bawahannya, wujudnya dalam wewenang perintah dan tercermin sebagai rantai
perintah yang diturunkan ke bawahan melalui tingkatan organisasi.
2. Wewenang Staf (Staff
authority), adalah hak para staf atau spesialis untuk menyarankan, memberi
rekomendasi atau konsultasi kepada personalia lini.
3. Wewenang staf
fungsional (Functional Staff Authority), adalah hubungan terkuat yang dapat
dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Bila spesialis staf diberi wewenang
fungsional oleh manajemen puncak maka dia mempunyai hak untuk memerintah satuan
lini sesuai dengan kegiatannya.
Pengertian
Delegasi dan Pendelegasian
Delegasi adalah suatu
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk
melaksanakan kegiatan tertentu.
Pendelegasian adalah
pelimpahan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain.
Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya rutinitas sebaiknya didelegasikan ke orang
lain agar seorang manajer dapat menggunakan waktunya itu untuk melakukan
tugasnya sebagai seorang manajer.
Pendelegasian adalah
kegiatan seseorang untuk menugaskan stafnya / bawahannya untuk melaksanakan
bagian dari tugas manajer yang
bersangkutan dan pada
waktu bersamaan memberikan kekuasaan kepeda staf/bawahan tersebut, sehingga
bawahan itu dapat melaksanakan tugas tugas itu sebaik baiknya serta dapat
mempertanggung jawabkan hal hal yang didelegasikan
kepadanya, (
Manulang,1988)
Pendelegasian merupakan
proses penugasan, wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan. ( Sujak, 1990)
Delegasai wewenang
adalah proses yang paling fundamental dalam organisasi, sebab pimpinan tak kan
sanggup melakukan segala sesuatu dan membuat setiap keputusan.
Pendelegasian
(pelimpahan wewenang) merupakan salah satu elemen penting dalam fungsi
pembinaan. Sebagai manajer perawat dan bidan menerima prinsip-prinsip delegasi
agar menjadi lebih produktif dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen lainnya.
Delegasi wewenang adalah proses dimana manajer mengalokasikan wewenang kepada
bawahannya.
2. Pendelegasian Wewenang Pendapat Para Ahli
Ralph C Davis
Delegation of Authority
is merely the phase of the process in wich Authorityof assigned function is
released to position to be exercise by their incumbent.
Artinya;
Pendelegasian wewenang
hanyalah tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang, berfungsi
melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggungjawaban.
Malayu S.P. Hasibuan
Pendelegasian wewenang
adalah memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada
delegate untuk dikerjakannya atas nama delegator.
Sentralisasi
Versus Desentralisasi
A.Istilah dan
Pengertian Sentralisasi :
Sentralisasi adalah
memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan
kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di
Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan,
pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri
sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi
yang berpusat pada satu titik.
Dewasa ini, urusan-
urusan yang bersifat sentral adalah :
• Luar Negri
• Peradilan
• Hankam
• Moneter dalam arti
mencetak uang, menentukan nilai uang, dan sebagainya.
• Pemerintahan Umum
B. Istilah dan
Pengertian Desentralisasi
Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan
dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang
menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia
Desentralisasi di
bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada
satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap
kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Dengan demikian,
prakarsa, wewenang,dan tanggung jawab mengenai urusan yang diserahkan pusat
menjadi tanggung jawab daerah , baik mengenai politik pelaksanaannya, perencanaan,
dan pelaksanaannya maupun mengenai segi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya
adalah perangkat daerah itu sendiri.
Desentralisasi juga
dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
Menurut UU Nomor 5
Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat
kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata
untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
Tujuan dari
desentralisasi adalah :
• mencegah pemusatan
keuangan;
• sebagai usaha
pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
• Penyusunan
program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga
dapat lebih realistis.
Proses
penyusunan personalia
Proses Penyusunan
PersonaliaProses penyusunan personalia adalah serangkaain kegiatan yang
dijalankan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan personalia organisasi
dengan SDM, posisi, dan waktu yang tepat. Proses ini dilaksanakan dalam dua
lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.
Unsur – unsurnya terdapat dalam organisasi. Langkah – langkah proses ini
mencakup:
1. Perencanaan sumber
daya manusia : dirancang untuk memenuhi kebutuhan personalia organisasi.
2. Penarikan :
berhubungan dengan pengadaaan calon – calon yang sesuai dengan rencana sumber
daya manusia.
3. Seleksi : penilaian dan pemilihan para calon
personalia.
4. Pengenalan dan
orientasi : dirancang untuk membantu para calon yang terpilih dapat
menyesuaikan diri.
5. Latihan dan
pengembangan : bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu dan kelompok
demi efektivitas organisasi.
6. Penilaian pelaksanaan
kerja : membandingkan pelaksanaan kerja perseorangan dan tujuan – tujuan yang
dikembangkan untuk posisi tersebut.
7. Pemberian balas jasa
dan penghargaan : digunakan sebagai kompensasi pelaksanaan kerja dan motivasi
untuk pekerjaan selanjutnya.8.Perencanaan dan Pengembangan karir : mencakup
promosi, demosi, penugasan kembali, pemecatan, dan pensiun.
Perencanaan
sumber daya manusia
Perencanaan Sumber Daya
Manusia Suatu organisasi tidak bisa menunggu orang – orang yang mereka butuhkan
untuk posisi tertentu. Mereka harus merencanakan kebutuhan dan memutuskan
dimana menemukan orang – orang yang dicari di masa depan. Perencanaan
personalia termasuk dalam hal ini diperlukan untuk menyediakan macam dan jumlah
karyawan yang dibutuhkan dalam pencapaian organisasi. Ada 3 bagian perencanaan
personalia :
1. Penentuan jabatan
yang harus di isi, kemampuan karyawan yang dibutuhkan untuk mengisi posisi
tersebut.
2. Pemahaman tenaga
kerja dimana karyawan pontesial ada.
3. Pertimbangan kondisi
permintaan dan penawaran karyawan.
Penarikan
dan seleksi karyawan
Penarikan dan Seleksi
Karyawan Setelah menetukan kebutuhan personalia organisasi, langkah selanjutnya
adalah penarikan karyawan dari sumber internal dan eksternal perusahaan
tersebut. Lalu menyeleksi para calon karyawan yang tersedia dari hasil
penarikan.
Latihan
dan pengembangan karyawan
Latihan dan
Pengembangan Karyawan Karyawan baru biasanya telah memiliki pendidikan dan
latihan dasar yang diperlukan. Hal itu mereka dapat dari suatu sistem
pendidikan dan pengalaman yang berbuah kemampuan dan kecakapan tertentu.
Manajer harus memulai dengan kondisi yang sekarang untuk membuat karyawan lebih
produktif.Latihan dan pengembangan karyawan bertujuan untuk memperbaiki
efektifitas kerja untuk mencapai tujuan. Latihan digunakan untuk memperbaiki
penguasaan ketrampilan – ketrampilan dan teknik peleksanaan pekerjaan tertentu.
Pengembangan meliputi peningkatan kemampuan, sikap dan sifat kepribadian.
Pengembangan dapat terjadi secara formal atau informal.Pengembangan karyawan
sangat dibutuhkan bagi individu atau organisasi. Akibat dari pertumbuhan dan
perkembangan organisasi adalah organisasi harus mengeluarkan biaya pengembangan
karyawannya, dan juga ‘harga’ yang harus dibayar karena pemborosan, pekerjaan
yang buruk, keluhan dan rotasi karyawan.Hasil dari pengembangan adalah
meningkatka kepuasan kerja karyawan, karyawan menjadi lebih percaya diri, dan
juga memberi nilai tambah bagi masyarakat dan rekan kerja. Manusia seharusnya
tidak boleh berhenti belajar karena belajar adalah suatu proses seumur hidup.
Maka, pengembangan karyawan harus dinamis dan berkesinambungan
Pemberian
Kompensasi Kepada karyawan
“Pentingnya Kompensasi
Bagi Karyawan”
Setiap orang memiliki
profesi yang beragam. Entah itu sebagai manajer, akuntan, dokter, guru, dan
sebagainya. Jika orang-orang tersebut bekerja dalam suatu perusahaan tentunya
mereka akan memperoleh yang disebut dengan kompensasi atau yang lebih dikenal
dengan upah atau gaji. Kompensasi sendiri memiliki pengertian sebagai balas
jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan. Bagi suatu perusahaan, kompensasi
punya arti penting karena pemberian kompensasi merupakan upaya dalam
mempertahankan dan mensejahterakan karyawannya.
Lalu, apakah tujuan
diberikannya kompensasi ?
Menurut Maryoto (1994),
tujuan kompensasi adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan
ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic security bagi karyawan
2. Mendorong agar
karyawan lebih baik dan lebih giat
3. Menunjukkan bahwa
perusahaan mengalami kemajuan
4. Menunjukkan
penghargaan dan perlakuan adil perusahaan terhadap karyawannya (adanya
keseimbangan antara input yang diberikan karyawan terhadap perusahaan dan
output atau besarnya imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawan)
Dalam memberikan
kompensasi, secara umum untuk penentuan kompensasinya, terdiri dari tiga hal :
Pertama, Harga atau
Nilai Pekerjaan yakni :
1. Melakukan analisis
jabatan atau pekerjaan. Berdasarkan analisis tersebut maka akan didapat
informasi yang berkaitan dengan jenis keahlian yang dibutuhkan, tingkat kompleksitas
pekerjaan, resiko pekerjaan dan sebagainya. Dari informasi tersebut maka dapat
ditentukan harga dari pekeerjaan tersebut.
2. Melakukan survei
“harga” pekerjaan sejenis pada perusahaan lain yakni harga pekerjaan dari
beberapa perusahaan menjadi patokan harga dalam menentukan harga pekerjaan
sekaligus sebagai ukuran kelayakan dalam pemberian kompensasi.
Kedua, Sistem
kompensasi yakni :
1. Sistem prestasi
yaitu upah atau gaji menurut prestasi kerja yang disebut juga dengan upah
sistem hasil. Dalam sistem ini, sedikit banyaknya upah yang diterima tergantung
pada sedikit banyaknya hasil yang dicapai karyawan dalam waktu tertentu.
2. Sistem waktu yaitu
besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti jam, hari,
minggu hingga bulan. Besarnya upah ditentukan oleh lamanya karyawan
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Ketiga, Sistem kontrak
yaitu besarnya upah didasarkan atas kuantitas, kualitas dan lamanya
penyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan kontrak perjanjian. Dalam sistem ini,
biasanya dicantumkan ketentuan mengenai konsekuensi jika pekerjaan yang
dihasilkan tidak sesuai dengan surat kontrak perjanjian.
Pengertian
Kepemimpinan
Menurut Tead; Terry;
Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan
orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan kelompok.
Menurut Young (dalam
Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas
kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat
sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian
khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono (2002)
memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu
arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang
membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance
induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau
pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk
kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi
orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan
atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang
diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok
PENDEKATAN
DALAM STUDI KEPEMIMPINAN
A. Pendekatan Sifat
(trait approach)
Pendekatan kesifatan,
memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak
pada seseorang.
Keberhasilan atau
kegagalan seseorang pemimpin banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh
sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi seorang pemimpin. Sifat-sifat itu ada
pada seseorang karena pembawaan dan keturunan. Jadi, seseorang menjadi pemimpin
karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau
dilatih.
Banyak ahli yang telah
berusaha meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik
manakah yang diperlukan bagi seorang pemimpin agar dapat sukses dalam
kepemimpinannya. Ghizeli dan Stogdil misalnya mengemukakan adanya lima sifat
yang perlu dimiliki seorang pemimpin, yaitu: kecerdasan, kemampuan mengawasi,
inisiatif, ketenangan diri, dan kepribadian. Seain itu, dari hasil studi pada
tahun 1920-1950, diperoleh kesimpulan adanya tiga macam sifat pribadi seorang
pemimpin meliputi ciri-ciri fisik, kepribadian, dan kemampuan atau kecakapan.
Maka, dapat ditarik
kesimpulan bahwa berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin
tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula
oleh kecakapan atau keterampilan (skills) pribadi pemimpin.
B. Pendekatan Kekuasaan
(power aprroach)
Orang-orang yang berada
pada pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan
sebagainya, memiliki kekuasaan power) dalam konteks mempengaruhi perilaku
orang-orang yang secara struktural organisator berada di bawahnya. Sebagian
pimpinan menggunakan kekuasaan dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan
motivasi bawahan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih baik.
Namun, sebagian
pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan efektif, sehingga
aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan
baik. Oleh karena itu, sebaiknya kita bahas secara terperinci tentang
jenins-jenis kekuasaan yang sering digunakan dalam suatu organisasi.
Dalam pengertiannya,
kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau
lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more
individuals). Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi
tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah
pertukaran kekuasaan.
Menurut French dan
Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
Reward PowerTipe kekuasaan ini memusatkan
perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan
atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu
kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.
Coervice PowerKekuasaan yang bertipe
paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada
orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya
yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci
maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.
Referent Power,Tipe kekuasaan ini
didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika
seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan
seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan
akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan
pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
Expert Power,Kekuasaan yang berdasar pada
keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang
mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi
yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki
expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya
selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang
diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
Legitimate Power,Kekuasaan yang sah adalah
kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu
persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku
orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur
social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh
yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi,
maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan
yang sudah dilegitimasi tersebut.
Dari lima tipe
kekuasaan di atas mana yang terbaik? Scott dan Mitchell menawarkan satu
jawaban. Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan
praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan
(coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan.
Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk
sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling
efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk
melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara koersif
dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari
kewenangan yang sah (legitimate authority).
C. Pendekatan Perilaku
(behaviour approach)
Pendekatan perilaku
merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau
kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan
oleh pemimpin. Sikap dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan
sehari-hari, dalam hal bagaimana cara pemimpin itu memberi perintah, membagi
tugas dan wewenangnya, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja
bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja
bawahan, cara menyelenggarakan dan memimpin rapat anggota, cara mengambil
keputusan dan sebagainya.
D. Pendekatan Situasi
(situational approach)
Pendekatan situasional
ini muncul karena para peneliti mengenai gaya kepemimpinan tidak menemukan
pendekatan yang paling efektif bagi semua situasi (Fielder, dengan teori
contingency, Tannembaum dan Schmidt, dengan teori rangkaian kesatuan
kepemimpinan
Pendekatan situasional
biasa disebut dengan pendekatan kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas
asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak
hanya bergantung atau dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja.
Tiap organisasi atau lembaga memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan
organisasi atau lembaga yang sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda
karena lingkungan yang berbeda, semangat, watak dan situasi yang berbeda-beda
ini harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula.
Berbagai faktor yang
dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan antara lain: sifat pribadi pemimpin, sifat
pribadi bawahan, sifat pribadi sesama pemimpin, struktur organisasi, tujuan
organisasi, motivasi kerja, harapan pemimpin maupun bawahan, pengalaman
pemimpin maupun bawahan, adat, kebiasaan, budaya lingkungan kerja dan lain
sebagainya.
Pendekatan kontingensi
menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi. Teori ini bukan hanya
penting bagi kompleksitas yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan
tetapi turut membantu para pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang
berguna untuk menilai situasi yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan
perilaku kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi.
Kekuatan-
kekuatan PENYEBAB PERUBAHAN
a) Kekuatan-kekuatan
eksternal
Perubahan organisasi
terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai variable eksternal
seperti system politik, ekonomi, teknologi, pasar, dan nilai-nilai. Kenaikan
biaya dan kelangkaan berbagai SDA, keamanan karyawan dan peraturan-peraturan
anti polusi, boikot pelanggan adalah beberapa contoh factor-faktor lingkungan
yang merubah kehidupan orang baik sebagai karyawan maupun langgganan dalam
tahun-tahun terakhir. Berbagai kekuatan eksternal dari kemajuan teknologi
sampai kegiatan-kegiatan persaingan dan perubahan pola kehidupan, dapat menekan
organisasi untuk mengubah tujuan, struktur dan metode operasinya.
b) Kekuatan-kekuatan
internal
Kekuatan-kekuatan
pengubah internal merupakan hasil dari factor-faktor seperti tujuan, strategi,
kebijaksanaan manajerial dan teknologi baru serta sikap dan perilaku para
karyawan. Sikap dan ketidak puasan karyawan seperti ditunjukkan dalam tingkat
perputaran atau pemogokan, dapat menyebabkan berbagai perubahan dalam
kebijaksanaan dan praktek manajemen
Cara-cara
Penanganan Perubahan
Ada dua pendekatan
penanganan perubahan organisasi:
1. Proses perubahan
reaktif. Manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan dibutuhkan,
pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu
yang timbul. Sebagai contoh, bila peraturan baru dari pemerintah mensyaratkan
perusahaan untuk mempunyai perlindungan terhadap kebakaran, maka manajer
mungkin akan membeli alat pemadam kebakaran.
2. Program perubahan yang direncanakan (planned
change), disebut sebagaiproses proaktif. Manajemen melakukan berbagai investasi
waktu dan sumberdaya lainnya yang berarti untuk menguibah cara-cara operasi
organisasi. Perubahan yang direncanakan ini didefinisikan sebagai perancangan
dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu
perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja.
Pendekatan ini tepat bila keseluruhan organissi, atau sebagian besar satuan
organisasi, harus menyiapkan diri untuk atau menyesuaikan dengan perubahan.
Penolakan
terhadap perubahan
Penolakan terhadap
perubahan merupakan suatu yang sering terjadi dan bersifat alamiah. Banyak hal
yang menjadi alasan mengapa mereka lebih suka mempertahankan status quo yang
ada dan menolak untuk melakukan perubahan. Menurut Kerr (Hani dan
Reksohadiprodjo; 1997) penyebab timbulnya penolakan tersebut meliputi:
kepentingan pribadi, adanya salah pengertian, norma, keseimbangan kekuatan
serta adanya berbagai perbedaan seperti nilai, tujuan, dan lain sebagainya.
Adanya rasa kehilangan
rasa nyaman, kekuasaan, uang, keamanan serta identitas dan
keuntungan-keuntungan lain yang ditimbulkan adanya perubahan akan menimbulkan
penolakan. Selain itu, salah pengertian sebagai akibat salah informasi
menjadikan orang enggan untuk menerima perubahan. Hal ini dikarenakan mungkin
mereka merasa tidak diikutkan dalam diskusi dan penyusunan rencana perubahan.
Mereka tidak mengetahui tujuan, proses, dan akibat potensial yang
ditimbulkannya. Lebih jauh lagi, aturan-aturan serta norma-norma yang sudah
tertanam kuat juga akan menghambat adanya suatu perubahan. Mereka mungkin
mereka takut atau menyangsikan bahwa perubahan akan meninjadikan keadaan
menjadi lebih baik. Kurang adanya rasa kesadaran dan kepercayaan dari
pihak-pihak yang menolak adanya perubahan.
Sedangkan Quirke
(1996), dalam Soerjogoeritno (2004), mengidentifikasi beberapa penyebab adanya
penolakan terhadap perubahan, diantaranya adalah:
1) Kurangnya atau tidak adanya pemahaman
akan kebutuhan untuk berubah,
2) Kurangnya atau tidak kondusifnya konteks
atau lingkungan perubahan,
3) Adanya pemahaman bahwa perubahan yang
akan dilakukan tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dasar
organisasi,
4) Kesalahan dalam memahami perubahan dan
implikasi-implikasinya,
5) Adanya pemahaman bahwa perubahan yang
akan dilakukan bukanlah merupakan pilihat terbaik bagi organisasi,
6) Tidak adanya kepercayaan atau keyakinan
terhadap orang-orang yang mengajukan rencana perubahan,
7) Tidak adanya keyakinan terhadap
keseriusan orang-orang yang memimpin perubahan, dan
8) Adanya konsepsi bahwa perubahan tidak
dilakukan secara adil.
Proses
Pengelolaan Perubahan
Proses pengelolaan
perubahan harus mencakup dua gagasan dasar untuk mencapai efektifitas
organisasi. Pertama ada retribusi kekuasaan dalam struktur organisasi, kedua
retribusi ini dihasilkan dari proses perubahan yang bersifat pengembangan.
Tahap-tahap Proses
Perubahan
1. Tekanan dan desakan
Proses ini dimulai
ketika manajemen puncak mulai merasa adanya kebutuhan atau tekanan akan
perubahan. Misalnya adanya perubahan penjualan, penurunan produktivitas dan
sebagainya.
2. Intervensi dan Reorientasi
Digunakan untuk
merumuskan masalah dan dimulai proses dengan membuat para anggota organisasi
memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut. Pihak-pihak luar sering
digunakan, juga staff internal yang mempunyai dan dipandang ahli serta dapat
dipercaya sebagai konsultan atau pengantar perubahan.
3. Diagnosa dan pengenalan masalah
Informasi dikumpulkan
dan dianalisa mana yang penting dan tidak penting.
4. Penemuan dan pengenalan masalah
Pengantar perubahan
mencoba menyelesaikan masalah-masalah yang diketemukan dan masuk akal dengan
menghindari “metode-metode lama yang sama”. Bawahan didorong dan diajak untuk
berpartisipasi, sehingga mereka lebih terikat pada serangkaian kegiatan.
5. Percobaan dan hasil
Pada tahap keempat
diuji dalam program-program yang berskala kecil dan hasilnya dianalisa.
6. Pungutan dan penerimaan
Setelah diuji dan
sesuai dengan keinginan, harus diterima secara sukarela dan harus menjadi
sumber penguatan dan menimbulkan keterikatan pada perubahan.
DASAR DASAR PROSES
PENGAWASAN
PENGAWASAN
Pengawasan adalah proses untuk
“menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.
TIPE-TIPE PENGAWASAN
Ada 3 tipe dasar pengawasan, yaitu:
1. Pengawasan pendahuluan(feedforward
control)
Pengawasan ini sering
disebut steering countrols
2. Pengawasan “concurrent”
Pengawasan yang
dilakukan bersama dengan pelaksanaan
kegiatan.
Pengawasan ini sering
disebut pengawasan “Ya-Tidak”
3. Pengawasan umpan balik(feedback control)
Dikenal sebagai
past-action controls
TAHAP-TAHAP
DALAM PROSES PENGAWASAN
1. PENETAPAN STANDAR PELAKSANAAN (
PERENCANAAN)
Standar berarti sebagai
suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian
hasil-hasil.
Tiga bentuk standar
yang umum:
a. Standar-standar phisik, mungkin meliputi
kuantitas barang atau jasa,jumlah langganan atau kualitas produk.
b. Standar-standar monenter, yang
ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba
kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya.
c. Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu
pekerjaaan harus diselesaikan.
2. PENENTUAN PENGUKURAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Penetapan standar adlah
sisa-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan
nyata.
Tahap ini menentukan
pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.
3. PENGUKURAN PELAKSANAAN KEGIATAN NYATA
Ada berbagai cara untuk
melakukan pengukuran pelaksanaan :
a. Pengamatan(observasi)
b. Laporan-laporan, baik lisan dan tulisan
c. Metode-metode otomatis
d. Inspeksi,pengujian(test) atau dengan
pengambilan sempel.
4. PEMBANDINGAN PELAKSANAAN KEGIATAN DENGAN
STANDAR DAN PENGANALISAAN PENYIMPANAN-PENYIMPANAN
Tahap kritis dari
proses pengawasan adalah perbandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang
direncanakan atau stanar yang telah ditetapkan.
5. PENGAMBILAN TINDAKAN KOREKSI BILA PERLU
Tindakan koreksi bisa
berupa:
a. Mengubah standar mula-mula (barangkali
terlalu tinggi atau terlalu rendah
b. Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspeksi
terlalu sering frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran
itu sendiri)
c. Mengubah cara dalam menganalisa dan
menginterprestasikan penyimpangan-penyimpangan.
PENTINGNYA PENGAWASAN
Ada beberapa faktor yang membuat
pengawasan selalu diperlakukan oleh setiap organisasi. Faktor-faktor itu adalah
:
1. Perubahan lingkungan organisasi
2. Peningkatan kompleksi organisasi
3. Kesalahan-kesalahan
4. Kebutuhan manajer untuk mendelegasi
Wewenang
PERANCANGAN PROSES
PENGAWASAN
William H Newman telah mengemukakan
prosedur untuk penetapan sistem pengawasan. Pendekatannya terdiri atas lima
langkah dasar yang dapat diterapkan untuk semua tipe kegiatan
1. Merumuskan hasil yang diinginkan
2. Menetapkan petunjuk (predictors) hasil
Tujuan pengawasan
sebelum dan selama kegiatan dilaksanakan adalah agar manajer dapat mengatasi
dan memperbaiki adanya penyipangan sebelum kegiatan diselesaika.
Tugas penting manajer
adalah merancang program pengawasan untuk menemukan sejumlah
indikator-indikator yang terpercaya sebagai penunjuk apabila tindakan koreksi
perlu diambil atau tidak.
Newmen telah
mengidentifikasikan beberapa”earth wearning preditors “ yang dapat membantu manajer memperkirakan
apakah hasil yag diinginkan tercapai atau tidak, yaitu
1. Pengukuran memuaskan
2. Hasil-hasil pada tahap-tahap permulaan
3. Gejala-gejala (symptoms)
4. Perubahan dalam kondisi yang diasumsikan
3. Menetapkan standar penunjuk dan hasil
4. Menetapkan jaringan informasi dan umpan
balik
5. Menilai informasi dan mengambil tindakan
koreksi
BIDANG – BIDANG
PENGAWASAN
Merupakan aspek – aspek satuan kerja atau
organisasi yang harus berfungsi secara efektif agar keseluruhan organisasi
meraih sukses.
ALAT BANTU PENGAWASAN
MANAJERIAL
Dua teknik yang paling
terkenal adalah manajemen dengan pengecualia (managemen by exception) dan sstem
informasi manajemen (managemen information systems)
1. Manageme By Exception (MBE)
Memungkinkan manajer untuk mengarahkan perhatiannya pada
bidang-bidang pengawasan yang paling kritis dan mempersilahkan para
bidang-bidang pengawasan yang paling kritis dan mempresilahkan karyawan atau
tingkatan manajemen rendah untuk menangani variasi-variasi rutin
2. Managemen Information Systems(MIS)
Sistem ini memainkan peran penting dalam
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen perencanaa dan pengawasan dengan efektif.
MIS adalah suatu metode
formal pengadaan da penyediaan bagi manajemen, informasi yang diperlukan dengan
akurat dan tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan
memungkinkan fungsi-fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi
dilaksanakan secara efektif.
MIS dirancang melalui
beberapa tahap utama, yaitu:
1. Tahap survei pendahuluan dan perumusan
masalah
2. Tahap disain konsepsual
3. Tahap disain terperinci
4. Tahap implementasi akhir
Manajemen perlu memperhatikan 5 pedoman
agar perancangan MIS berjalan efektif:
1. Mengikut sertaka pemakai(unsur) kedalam
tim perancang.
2. Mempertimbangkan secara hati-hati biaya
sistem
3. Memperlakukan informasi yang relevan dan
terseleksi lebih daripada pertimbangan
kuantitas belaka
4. Penyajian pendahulua sebelum diterapkan
5. Menyediakan latihan dan dokumentasi
tertulis yang mencukupi bagi para operator dan pemakai sistem.
KARAKTERISITIK –
KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG EFEKTIF
Kriteria-kriteria utama
adalah bahwa sistem seharusnya
1. Mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar
2. Tepat waktu
3. Dengan biaya yang efektif
4. Tepat-akurat
5. Dapat diterima oleh yang bersangkutan
Karakteristik-karakteristik
pengawasan yang efektif dapat diperinci sebagai berikut:
1. Akurat
2. Tepat-Waktu
3. Obyektif dan menyeluruh
4. Terpusat pada titik-titik pengawasan
strategik
5. Realistik secara ekonomi
6. Realistik secara organisasional
7. Terkoordinasi dengan aliran kerja
organisasi
8. Fleksibel
9. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional
10. Diterima para anggota organisasi
REFERENSI : http://alfian-it.blogspot.com/2014/11/wewenang-dan-delegasi.html
REFERENSI : http://alfian-it.blogspot.com/2014/11/wewenang-dan-delegasi.html