NARKOTIKA
- Pengertian Narkotika dan Jenis-Jenis Narkotika
Narkotika adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sitensis maupun
semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.[1]
Narkotika merupakan
zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit
tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan
atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika
disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat
mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya
bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Yang dimakud
narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium mentah, opium
masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun
koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja,
garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah,
atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai
sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan
sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat
ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang
mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan
lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai
narkotika.[2]
Berdasarkan rumusan
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 diatas, penulis dapat menarik kesimpulan,
bahwa tanaman atau barang ditetapkan sebagai narkoba atau bukan setelah melalui
uji klinis dan labotarium oleh Depertemen Kesehatan.
Menurut Undang-Undang
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika menjadi tiga golongan,
sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :
- Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
- Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
- Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
- Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika (berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika)
Mengingat betapa
besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat beberapa dasar
hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut ini:
- Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
- Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 ( Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika, 1988)
- Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI No. 22 tahun 1997.
Untuk pelaku
penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :[3]
- Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan
pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
- Sebagai pengedar
Dikenakan ketentuan
pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun 2009
tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
- Sebagai produsen
Dikenakan ketentuan
pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan ancaman
hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.
Untuk mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan
dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah
merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden
Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak
pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur
hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga
mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan
kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam
kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak anak, remaja, dan generasi
muda pada umumnya.
Tindak pidana
Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak
orang yang secara bersama – sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi
dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di
tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna
peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu
dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,
terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.
Selain itu, untuk
melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta
memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga
mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau
bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika.
Dalam Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan
melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.Selain itu,
diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur
mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus,
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana
mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan,
jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.
Untuk lebih
mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang
sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan
Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan
lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi.
Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah
nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan
dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan
kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan
BNN kabupaten/kota.
Untuk lebih
memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta
benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan
tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Untuk mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur
mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik
pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang
diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna
melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
Dalam rangka mencegah
dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas
melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama,
baik
bilateral, regional,
maupun internasional.
Dalam Undang-Undang
ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan
bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut
diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
Namun demikian, dalam
tataran implementasi, sanksi yang dikenakan tidak sampai pada kategori
maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, kasus
yang diproses memang ringan, sehingga hakim memutuskan dengan sanksi yang
ringan pula. Kedua, tuntutan yang diajukan relatif ringan, atau bahkan
pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan sikap. Sehingga berpengaruh
terhadap putusan yang dikeluarkan
- Penegakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Narkotika
Berbicara mengenai
penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana yang
dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai
bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan.
Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal
atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum
tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).
Penegakan hukum
dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat
terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:
a)
takut berbuat dosa;
b)
takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang
bersifat imperatif;
c)
takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal
mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.[4]
Keberadaan
Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah
Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dengan
demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat
menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika,
serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan dan para penyelenggara atau
pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan undang-undang, khususnya hakim
dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang terjadi. Dalam
penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang kebijakan hukum pidana
yang tertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang-Undang Narkotika
serta implementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan
psikotropika
penegakan hukum salah
satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat berjalannya
proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut, adalah
sebagai berikut:[5]
- Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undangundang aja;
- Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupun yang menerapkan hukum;
- Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
- Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
- Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas saling
berkaitan, hal ini disebabkan esensi dari penegakan hukum itu sendiri serta
sebagai tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan UU No.35
tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1.Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan
Dalam UU No. 35/2009
jenis-jenis narkotika adalah tanaman papever, opium mentah, opium masak,
seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka,
kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau
turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis
maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai
pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai
narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan
yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung
garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan
lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai
narkotika
Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana
Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup,
dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga
mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan
kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial
- SARAN
Pencegahan terhadap
penyalahgunaan NARKOTIKA adalah tanggung jawab bangsa Indonesia secara
keseluruhan, bukan hanya pada kepolisian ataupun pemerintah.tapi seluruh
komponen masyarakat yang harus ikut menerapkan dalam upaya penanggulangan
tersebut.
Menurut Agama narkoba
adalah barang yang merusak pikiran, ingatan, hati, jiwa, mental dan kesehatan
fisik dan dianggap sebagai khomar. Oleh karena itu maka Narkoba juga termasuk
dalam kategori yang diharamkan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Mardani.2007.Penyalahgunaan
Narkoba. Jakarta:Rajawali Pers.
Sunarso,
siswantoro.2004.Penegakan Hukum Psikotropika. Jakarta:Rajawali Pers.
Makarao, taufik,
et.al.2003 Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sunarso, Siswantoro.
2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian sosiologis. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono.
1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan hukum. Jakarta: CV.
Rajawali. H
[1]
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 1
[2]
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika
[4]
Siswantoro Sunarso. 2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian sosiologis. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. Hal. 142.D
[5]
Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan hukum. Jakarta:
CV. Rajawali. Hal. 5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar